12/07/11

Balai Pustaka Berbenah Setelah Satu Abad

Buku merupakan pintu dunia. Melalui buku, kita belajar mengenai banyak hal. Melalui buku pula kita bisa mengetahui dunia lain. Buku pula yang membantu masyarakat Indonesia untuk berpikir lebih cerdas dan bangkit melawan penjajahan. Alhasil pemerintah Belanda menentang keberadaan bacaan baik majalah maupun buku, dan dinilai liar, yang terbit saat itu.
Untuk menahan munculnya bacaan liar tadi, pemerintah Hindia Belanda membentuk Commissie voor de Volkslectuur (Komisi Bacaan Rakyat - KBR) pada 1908 yang kemudian menjadi Balai Poestaka. Komisi ini bertugas menerbitkan buku-buku dan majalah yang dianggap baik oleh pemerintah Belanda. Tak disangka, pilihan “buku baik” berupa buku asing yang diterjemahkan, justru membantu rakyat Indonesia menjadi lebih cerdas. Wawasan dan pengetahuan rakyat menjadi lebih luas, apalagi ketika KBR di bawah pimpinan DA Rinkes.

Atas konsep Rinkes-lah maka rakyat Indonesia mengenal perpustakaan di berbagai tempat. Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan keputusan No 5 tanggal 13 Oktober 1910 sebagai dasar bagi Rinkes untuk memulai Taman Poestaka – perpustakaan yang hanya dibuka di sekolah-sekolah pribumi di bawah pengawasan guru sekolah. Meski dibuka di sekolah, tetapi masyarakat umum bisa meminjam buku dengan biaya sewa yang murah sedangkan untuk anak-anak sekolah, buku dipinjamkan gratis. Selanjutnya tangsi tentara, rumah sakit, kapal angkatan laut, perumahan, dan lembaga besar lainnya juga dilengkapi dengan perpustakaan.

Dua tahun kemudian sudah ada 700 perpustakaan. Jumlah yang sangat besar untuk saat itu. Enam tahun kemudian, 75 perpustakaan dibuka lagi di daerah yang penduduknya berbahasa Madura dan setahun kemudian dibuka di daerah yang berbahasa Melayu. Hingga tahun 1929 jumlah perpustakaan mencapai 2.525 dengan rincian 725 di daerah berbahasa Melayu, 1.200 di kawasan berbahasa Jawa, 150 di wilayah berbahasa Madura dan 450 di lingkungan berbahasa Sunda. Dari jumlah perpustakaan, bayangkan berapa banyak buku yang dihasilkan Balai Poestaka (Balai Pustaka – BP).

Dalam enam tahun sejak BP lahir, tercatat 1.598 judul buku dalam berbagai bahasa, termasuk Jawa dan Sunda. Namun, sayang sekali, buku-buku yang diterbitkan BP sejak tahun 1908 itu banyak yang hilang dan sudah rusak. Perawatan yang kurang baik dan pendataan yang berantakan menyebabkan sejumlah buku hilang tak jelas rimbanya.
Perawatan buku di BP mulai terbengkalai sejak tahun 1988. Buku dibiarkan tergeletak di dalam rak kayu yang seharusnya disimpan di rak kaca. Banyak majalah lama yang dibuang karena rusak atau dijual karena tidak terurus. Dari pengamatan Warta Kota, perpustakaan BP memang terlihat sudah sangat lama tidak mendapat perhatian yang layak. Ruangan yang lembap, rak buku tanpa pengaturan udara, belum lagi banyak atap yang bocor berakibat udara semakin lembap dan buku rusak terkena air.

Maka tak perlu heran jika kondisi buku kuno semakin rapuh dan sulit untuk dilihat. "Itu masa lalu. Kini kami mulai mengatur kembali BP, tidak hanya perpustakaan tapi juga seluruh manajemen. Selama ini tidak ada staf khusus yang membantu secara teknis perawatan buku maupun sistem perawatannya," tandas Direktur Utama BP, Zaim Uchrowi yang menemui Warta Kota beberapa waktu lalu.

Menurut Dessy Ruslita, kepala perpustakaan BP, divisinya mulai membongkar kembali buku-buku kuno dan mendata ulang. "Banyak sekali buku lama yang sudah rapuh tetapi kami cepat selamatkan dari perpustakaan. Sekarang proses pendataannya mulai berjalan. Kami akan mencatat lagi buku-buku yang sudah rusak dan melihat buku mana yang bisa dipajang nantinya di perpustakaan atau dicetak ulang," jelas Dessy.

Mencari ahli yang bisa membantu proses perawatan buku, yang rusak tapi masih bisa diselamatkan,  juga masuk dalam daftar Zaim sehingga setelah lebih dari seabad silam, BP diharapkan kembali bangkit.  Meski mengaku belum bisa mengatakan biaya perbaikan dan perawatan yang dibutuhkan, Zaim menjanjikan akan memberikan tempat terbaik bagi perpustakaan BP sehingga masyarakat bisa membaca kembali karya-karya fenomenal terbitan BP. Bahkan, dipastikan akan berjejer karya-karya sastra terbitan BP dalam edisi cetakan ulang maupun cetakan lama.

Sumber : kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar