24/06/11

Apapun Yang SBY Lakukan Selalu Salah

Inilah sebuah bukti lagi bahwa media Indonesia masih didominasi pesan negatif, saling menjatuhkan. Sedangkan pesan membangun bangsa dengan damai dan niat baik adalah barang langka. Apapun Yang SBY Ucapkan dan diakukan selalu salah. Hal ini terjadi lagi ketika terjadi pengaburan substansi utama pesan moral dan motivasi SBY kepada prajurit tentang pemberian renumerasi gaji prajurit. Tetapi pesan utama tersebut justru tidak tersampaikan oleh media. Sebaliknya justru topik lain yang jauh dari substansi pesan penting yang dimunculkan. Berita yang muncul sangat bombastis dan menarik bagi bisnis media. Berita utama dan judulnya adalah SBY curhat dan berkeluh kesah bahwa gajinya tidak naik. Dan terkesan dalam berita itu SBY ingin naik gaji. Informasi ini menjadi santapan empuk para lawan politik untuk menggempur SBY. Inilah situasi media Indonesia di era eforia demokrasi ini dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis media, kepentingan pribadi dan kelompok bukan demi kemajuan bangsa
Bila dilihat dari substansi utama peristiwa dan berita tersebut sebenarnya SBY sebagai Panglima Tertinggi TNI dalam rangka kenaikan kesejahteraan prajurit melalui program renumerasi memotivasi prajuritnya dengan mengemukakan ketidaknaikkan gaji presiden selama 7 tahun. Tidak ada nada dan kata yang menunjukkan bahwa SBY ingin kenaikkan Gaji. Kalaupun ingin kenaikkan gaji seorang Presiden tidaklah senaif seperti itu untuk mengatakan di depan publik. Bahkan ucapan presiden sebelumnya dihadapan para guru adalah ungkapan serupa sebagai seorang pemimpin untuk memotivasi para guru dalam kaitan dengan gaji guru.
Substansi Utama Berita
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika memberikan pengarahan pada Rapat Pimpinan TNI dan Polri di Gedung Balai Samudra Indonesia, Jakarta, Jumat (21/1/2011), mengatakan, pemerintah berkomitmen memerhatikan kesejahteraan anggota TNI dan Polri.
Pemerintah, kata Presiden, berkomitmen meningkatkan gaji dan remunerasi anggota TNI dan Polri setiap tahun. Hal ini dilakukan dengan tujuan mendorong anggota TNI dan Polri lebih berprestasi dan berkinerja. Kesejahteraan anggota TNI dan Polri selalu menjadi salah satu perhatian pemerintah.
Presiden menyampaikan, peningkatan gaji dan remunerasi bukanlah retorika, janji-janji palsu, apalagi kebohongan. “Hidupkan tabungan wajib perumahan. Adakan skema agar prajurit bisa mendapatkan perumahan yang layak, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Saya sadari saat ini masih ada masalah soal perumahan prajurit,” kata Presiden.
Peningkatan kesejahteraan ini merupakan salah satu instruksi khusus Presiden kepada pimpinan TNI dan Polri. Selain peningkatan kesejahteraan, Presiden mengeluarkan enam instruksi khusus lain yang berkaitan dengan anggaran pertahanan TNI dan Polri. Keenam instruksi itu meliputi penegakan hukum dan hak asasi manusia, penanganan bencana alam, tugas pemeliharaan perdamaian, penanggulangan terorisme, serta disiplin dan integritas jajaran TNI dan Polri.
Acara Rapat Pimpinan TNI dan Polri ini dihadiri 135 pejabat Mabes TNI, termasuk panglima TNI dan tiga kepala staf, serta 156 pejabat Mabes Polri, termasuk 31 kepala kepolisian daerah. Hadir pula jajaran anggota Kabinet Indonesia Bersatu II.
Di depan anggota TNI Polri Presiden mengungkapkan gajinya belum naik hingga tahun ketujuh pemerintahannya. ”Sampaikan kepada seluruh jajaran TNI dan Polri. Ini tahun keenam dan tahun ketujuh, gaji Presiden belum naik.Ini saya niati,” papar Presiden SBY saat menutup rapat pimpinan TNI-Polri di Balai Samudera,Jakarta,kemarin. Presiden tidak terlalu memikirkan gajinya yang belum naik.Baginya, kenaikan gaji prajurit harus diutamakan. ”Saya yakinkan agar kesejahteraan TNI dan Polri naik dulu,”katanya.
Presiden mengatakan, pernyataannya ini bukan kebohongan. Remunerasi bagi anggota TNI Polri, yang mulai diberlakukan tahun ini, merupakan salah satu usaha perbaikan hidup TNI-Polri. ”Remunerasi telah kita berikan. Ini untuk meningkatkan kesejahteraan dan kinerja.Ini bukan kebohongan, tapi kesejahteraan TNI dan Polri akan terus kita naikkan,” katanya.
Pembiasan Informasi Pengaburan Citra
Tetapi seperti biasa sebagian media Indonesia sepertinya idealisme jurnalistiknya sudah tergadaikan oleh kepentingan bisnis media, kepentingan pemilik modal yang terkait dengan kehidupan politik. Sebagian media cetak dan televisi memberitakan berita negatif seakan-akan presiden curhat dan berkeluh kesah ingin naik Gaji. Berita yang keluar sangat tidak proposional dan sepertinya tidak ada sedikitpun niat baik media untuk membangun informasi yang benar dan positif untuk kebaikkan membangun bangsa. Ketika itu terjadi maka terjadi pembiasan informasi positif tentang remunerasi untuk kesejahteraan prajurit tetapi dibelokkan secara tidak proposional bahwa SBY curhat minta kenaikkan gaji. Tetapi ternyata ada juga media yang masih menjunjung tinggi idealisme jurnalistik tanpa mementingkan kepentingan bisnis media atau kepentingan pemilik media seperti harian Kompas yang memberikan berita proposional seperti di atas.
Saat ini nuansa perkembangan media informasi di Indonesia sangat dipengaruhi kepesatan perkembangan demokrasi. Saat ini eforia demokrasi itu dilakukan oleh siapapun yang mempunyai media dapat melakukan pemberitaan apapun tanpa melihat fakta jurnalistik dan demi kepentingan pribadi dan kelompok. Bila ini terus terjadi maka setiap ucapan dan tindakan SBY meski benar atau salah selalu saja dipandang negatif dan pasti salah. Informasi negatif media pasti selalu mengatakan SBY terlalu lebay, berkeluh kesah dan curhat kepada rakyat. Tetapi disaat presiden Megawati  sebelumnya tidak pernah bicara, juga dicap sebagai “presiden bisu”. Saat presiden tidak mengeluarkan pendapat maka presiden dikira lamban, namun saat pendapat dikeluarkan presiden terlalu lebay.
Hal ini juga dapat dilihat saat ini jarang sekali kita menemukan berita yang secara fair tentang berita citra positif pemerintah dan prestasi bangsa ini. Adalah sangat langka keberhasilan pemerintah diangkat dalam sebuah berita. Kalaupun ada biasanya didominasi oleh kritikan dan pesan akhirnya malah membenamkan keberhasilan itu. Hal ini juga dilakukan bukan hanya oleh media tetapi oleh sebagian besar pengamat politik. Justru para nara sumber yang berkopeten seringkali diambil yang bombastis dan sarat dengan kepentingan tertentu.
Mengaburkan Pesan Kepala Negara
Ketika SBY sebagai seorang Kepala Negara  berusaha memberi pesan dan motivasi kepada prajuritnya, maka spontan segala pendapat, sanggahan bahkan cercaan dari sebagian rakyat yang berpikiran negatif. Hal ini diperberat dengan pembentukan opini pengaburan citra positif pemerintah oleh sebagian besar media. Pesan ini langsung disambut dengan kontraproduktif oleh berbagai pihak khususnya demi kepentingan politik. SBY dianggap sebagai takut kritik, SBY dianggap senang berkeluh kesah.
Seperti biasanya setiap presiden mengemukakan statement, pendapat dan pesan kepada rakyatnya sepertinya selalu saja ada yang salah. Banyak komentar aneh, menarik dan membingungkan bermunculan. Setiap komentar yang dikeluarkan sangat tergantung dari latar belakang dan kepentingan individu atau kelompok yang diperjuangkan. Sehingga selalu saja kontroversi itu selalu tidak “klop” karena substansi dan arah yang dipermasalahkan seringkali jauh dari substansinya.
Berita dan opini tergantung selera dan kepentingan orang yang memberitakan. Demikian pula pendapat seseorang tergantung kepentingan indvidu dan kelompoknya. Seharusnya rakyat mendapat pembelajaran dari media untuk bedemokrasi dan berpolitik yang baik dan cerdas.
Kontroversi itu pasti akan muncul ketika substansi non politik kepala negara dilawankan arus politik masa. Sebagai seorang kepala negara setiap pendapat yang muncul di muka publik seharusnya bukan statement politik. Karena Presiden bukan milik kelompok politik tertentu. Tampaknya hal ini sudah dilakukan SBY dengan berbagai pendapat umumnya di muka publik. Sayangnya setiap statement nonpolitik tersebut dikonfrontasikan dengan pola pikir politik praktis kelompok tertentu. Sehingga akibat yang timbul adalah perdebatan panjang yang sudah tidak logis dan tidak menyentuh pada substansinya lagi.
Bila ini terus terjadi siapa lagi di bumi Indonesia yang dapat mengajari nilai moral dan aturan hukum di depan rakyatnya. Pemimpin negarapun selalu dilecehkan nasehat, motivasi dan ajaran moral yang seharusnya dijalankan rakyatnya. Hal ini terjadi mungkin saja, setiap statement dan perilaku positif dari  presiden selalu saja dimaknai dengan pikiran politik dan sekedar menjatuhkan. Seharusnya selain pemimpin negara  para tokoh agama juga berkewajiban untuk mengemukan nilai moral tersebut kepada bangsanya. Tetapi sayangnya para ulama yang lebih memurnikan nilai moral dan agama jarang diliput dan menjadi incaran media. Media hanya tertarik kepada ulama yang condong kepada kegiatan politik. Kalau hal ini terjadi terus menerus kepada siapa lagi bangsa ini belajar nilai positif berbangsa dan bernegara ? Tampaknya Indonesia sangat mendesak butuh pemimpin moral yang dapat meluruskan moral dan etika bangsa ini yang sudah mulai salah arah. Bila presiden yang seharusnya dapat menjadi pemimpin moral diabaikan, dan pemimpin umat lain tidak mengambil alih mungkin saja akan tiba gilirannya guru dan orangtua sebagai pemimpin moral terakhir di lingkungan yang lebih kecil akan juga dengan mudah dikangkangi. Bila ini terjadi maka akan rusaklah etika budaya dan persatuan yang dibangun dengan susah payah oleh para pendahulu. Karena, Indonesia selalu dipenuhi oleh pikiran negatif yang hanya saling menyalahkan dan tidak pernah memberikan solusi tetapi hanya menimbulkan permusuhan.
Dr Widodo Judarwanto SpA
Inti dari artikel ini maksudnya agar kita semua paham bahwa Media Indonesia tidak selalu mengarahkan kita untuk berfikir negative, tapi agar kita semua berfikir untuk mencari kebenaran secara pasti !!!
jika itu tidak ditanamkan,,maka saya yakin "Siapapun Pemimpin Kita, pasti akan selalu DISALAHKAN"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar