Pada masa lalu, kehidupan suku-suku Dayak yang berdiam di pedalaman
Kalimantan itu hidup secara berkelompok-kelompok. Di mana kehidupan yang
mereka jalani pasti dilalui bersama, hal itu terwujud dalam sebuah
karya yaitu, Huma Betang (Rumah Betang).
Betang memiliki keunikan tersendiri dapat diamati dari bentuknya yang
memanjang serta terdapat hanya terdapat sebuah tangga dan pintu masuk ke
dalam Betang. Tangga sebagai alat penghubung pada Betang dinamakan
hejot. Betang yang dibangun tinggi dari permukaan tanah dimaksudkan
untuk menghindari hal-hal yang meresahkan para penghuni Betang, seperti
menghindari musuh yang dapat datang tiba-tiba, binatang buas, ataupun
banjir yang terkadang melanda Betang. Hampir semua Betang dapat ditemui
di pinggiran sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan.
Betang dibangun biasanya berukuran besar, panjangnya dapat mencapai
30-150 meter serta lebarnya dapat mencapai sekitar 10-30 meter, memiliki
tiang yang tingginya sekitar 3-5 meter. Betang di bangun menggunakan
bahan kayu yang berkualitas tinggi, yaitu kayu ulin (Eusideroxylon
zwageri T et B), selain memiliki kekuatan yang bisa berdiri sampai
dengan ratusan tahun serta anti rayap.
Betang biasanya dihuni oleh 100-150 jiwa di dalamnya, sudah dapat
dipastikan suasana yang ada di dalamnya. Betang dapat dikatakan sebagai
rumah suku, karena selain di dalamnya terdapat satu keluarga besar yang
menjadi penghuninya dan dipimpin pula oleh seorang Pambakas Lewu. Di
dalam betang terbagi menjadi beberapa ruangan yang dihuni oleh setiap
keluarga.
Pada halaman depan Betang biasanya terdapat balai sebagai tempat
menerima tamu maupun sebagai tempat pertemuan adat. Pada halaman depan
Betang selain terdapat balai juga dapat dijumpai sapundu. Sapundu
merupakan sebuah patung atau totem yang pada umumnya berbentuk manusia
yang memiliki ukiran-ukiran yang khas. Sapundu memiliki fungsi sebagai
tempat untuk mengikatkan binatang-binatang yang akan dikorbankan untuk
prosesi upacara adat. Terkadang terdapat juga patahu di halaman Betang
yang berfungsi sebagai rumah pemujaan.
Pada bagian belakang dari Betang dapat ditemukan sebuah balai yang
berukuran kecil yang dinamakan tukau yang digunakan sebagai gudang untuk
menyimpan alat-alat pertanian, seperti lisung atau halu. Pada Betang
juga terdapat sebuah tempat yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan
senjata, tempat itu biasa disebut bawong. Pada bagian depan atau bagian
belakang Betang biasanya terdapat pula sandung. Sandung adalah sebuah
tempat penyimpanan tulang-tulang keluarga yang sudah meninggal serta
telah melewati proses upacara tiwah.
Salah satu kebiasaan suku Dayak adalah memelihara hewan, seperti anjing,
burung, kucing, babi, atau sapi. Selain karena ingin merawat anjing,
suku Dayak juga sangat membutuhkan peran anjing sebagai 'teman' yang
setia pada saat berburu di hutan belanntara. Pada zaman yang telah lalu
suku Dayak tidak pernah mau memakan daging anjing, karena suku Dayak
sudah menganggap anjing sebagai pendamping setia yang selalu menemani
khususnya ketika berada di hutan. Karena sudah menganggap anjing sebagai
bagian dari suku Dayak, anjing juga diberi nama layaknya manusia.
Sangat patut disayangkan seiring dengan modernisasi bangunan-bangunan
masa sekarang, Betang kini hampir di ujung kepunahan, padahal Betang
merupakan salah satu bentuk semangat serta perwujudan dari sebuah
kebersamaan suku Dayak. Mungkin nanti Betang akan benar-benar punah
tetapi merupakan tanggung jawab kita kepada leluhur untuk tetap
mempertahankan semangat Huma Betang. Patut kita sadari di dalam diri ini
pasti terdapat rasa untuk tetap memperjuangkan kebudayaan dari leluhur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar